“Allah pasti menjaga anak, cucu dan kampung halaman seseorang disebabkan oleh keshalihannya. Mereka selalu dalam penjagaan Allah.”
(Muhammad bin al-Munkadir)
Mungkin Anda sudah pernah mendengar kisah Nabi Musa dan Nabi Khidhir. Salah satu “keanehan” Nabi Khidhir yang diprotes Nabi Musa adalah saat Nabi Khidhir menegakkan dinding yang mau roboh di sebuah perkampungan yang penduduknya tidak ada yang mau menjamu mereka.
“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” (QS Al-Kahfi: 77-78)
Yang menarik adalah, alasan Nabi Khidhir kenapa beliau menegakkan tembok tersebut, yaitu karena di bawah tembok itu ada harta dari anak yatim yang orangtuanya adalah seorang yang sholeh.
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang sholeh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya” (QS. al-Kahfi: 82)
Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil dalam Li Yaddabbaru Ayatih menjelaskan, “Sedang ayahnya adalah seorang yang sholeh terdapat beberapa faidah, diantaranya: bahwasanya seorang hamba yang shalih senantiasa dijaga oleh Allah dari dirinya sendiri sampai kepada keturunannya dan orang-orang yang selalu bersama dengannya, faidah lainnya adalah bahwasanya membantu orang-orang sholeh untuk kemaslahatan mereka lebih utama daripada orang lain.”
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ada beberapa Riwayat terkait maksud ‘bapak’ dalam ayat di atas. Ada yang menyebutkan bapak terdekatnya, ada yang berpendapat bapak ke tujuh, dan ada juga yang meriwayatkan bapak ke sepuluh. “Ini menunjukkan, bahwa Allah Ta’ala memelihara diri orang shalih dan anaknya keturunannya) walaupun jaraknya jauh darinya (keturunan jauh),” demikian Imam Al-Qurthubi menekankan.
Maka ayah bunda semuanya, mari kita tingkatkan keshalihan diri kita sebagai orang tua, semoga ia menjadi wasilah yang dengannya Allah SWT karuniakan kepada kita anak-anak yang shalih-shalihah, dan terus menjaga anak keturunan kita, Ketika kita tidak bisa lagi menjaganya.