Menyemai Hikmah Komunikasi Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as.

Banyak sekali teladan pengasuhan bermunculan saat ini. Namun masalah pengasuhan justru semakin kompleks dan rumit. Tingkat stress orang tua meningkat, kenakalan remaja pun tak bisa terhindarkan. Apa yang salah?

Sebenarnya jika kita renungi lebih dalam, teladan pengasuhan sepanjang masa sudah ada sejak lama. Yang mungkin terlalaikan karena teladan zaman modern yang konon lebih sesuai perkembangan zaman. Namun, sesuai perkembangan zaman belum tentu memberikan solusi atas masalah yang timbul dalam perjalanan pengasuhan, banyak yang justru salah kaprah dalam meneladani, sehingga orang tua cenderung tsunami informasi, lalu stress, tidak menikmati pengasuhan, dan lagi-lagi anak menjadi pelampiasannya.

Kunci utama masalah pengasuhan adalah ada pada komunikasi. Mari kita cermati kembali sebuah dialog fenomenal yang terabadikan dalam Al-Qur’an yang sering kita dengar saat momen qurban;

Ibrahim berkata: “Hai, anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai, bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. As-Saffat:102)

Maka pikirkanlah apa pendapatmu? Sungguh kalimat yang sangat indah yang keluar dari lisan seorang ayah. Ketika fenomena saat ini, lebih banyak ayah yang merasa paling tahu yang terbaik untuk keluarga, sehingga mendorong sifat diktator, menuntut, dan memaksakan kehendak.

Anak-anak secara fitrah memiliki hati yang bersih. Tidak ada yang terlahir sebagai pemberontak atau pembangkang yang sulit diarahkan. Namun tidak semua orangtua atau lingkungan mampu menjadi fitrah tersebut. Sehingga ucapan-ucapan yang keras, memerintah tanpa mempertimbangkan perasaan anak, membandingkan, mengolok, mem-bully, dan komunikasi yang kurang efektif lain.

Komunikasi yang kurang efektif membuat anak merasa tidak nyaman. Sehingga mendorong mereka untuk menunjukkan perilaku yang terkesan memberontak dan tidak mau diarahkan. Padahal jika komunikasi yang kita bangun bersama mereka adalah adalah komunikasi yang efektif dan penuh cinta, insyaAllah orangtua akan lebih mudah dalam mengarahkan anak.

Seperti Nabi Ibrahim as. Sekalipun beliau menyampaikan sesuatu yang benar dan berat. Beliau mendahulukan pendapat putranya. Barangkali itulah mengapa kalimat yang berat terasa ringan diterima Nabi Ismail. Sehingga lebih ringanlah pula mereka menjalankan perintah Allah Swt.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *