PAK, BU, BEBASKAN ANAKMU MENGEKSPRESIKAN EMOSINYA!

Udah, nggak boleh nangis, ah! Cengeng!

“Diem, enggak! Kalau enggak diem, besok enggak Ibu ajak lagi!”

“Apa, sih, gitu aja ngambek? Rewel banget!”

 

Apakah kalimat di atas sering terdengar di telinga kita dalam percakapan sehari-hari? Atau jangan-jangan kita sendiri yang sering mengucapkan kalimat tersebut pada anak-anak kita? Jika iya, maka mari kita belajar kembali perkara emosi manusia.

Emosi adalah perasaan yang melibatkan aspek pengalaman psikologis, fisiologis, dan perilaku sebagai respon terhadap peristiwa atau situasi tertentu. Emosi manusia dibagi menjadi dua jenis, emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif meliputi perasaan yang menimbulkan kesejahteraan (kenyamanan) seperti bahagia, bersemangat, ceria, dan lain-lain. Sedang, emosi negatif adalah sebaliknya. Emosi ini menimbulkan perasaan kurang nyaman, seperti sedih, kecewa, patah hati, dan lain-lain. Kedua emosi itu boleh dirasakan oleh siapapun, dan memang normalnya akan dirasakan setiap manusia.

Namun, pada kenyataannya banyak orang tua memiliki anggapan bahwa emosi negatif itu lemah, jelek, dan tidak boleh dirasakan. Sehingga mereka menginginkan anaknya selalu merasakan emosi positif. Anak harus selalu bahagia dan ceria, tidak boleh menangis, sedih, dan rewel.

Sebenarnya ini masuk akal. Setiap orang tua pasti ingin anaknya selalu bahagia dan tentu saja anak dalam kondisi emosi negatif memang tidak nyaman. Namun bukan berarti anak harus kita ajari untuk memendam perasaannya dan didoktrin untuk selalu ber-mood baik. Memendam emosi justru tidak baik bagi kesehatan mental. Kedua emosi itu sehat untuk dirasakan.

Menurut Daniel J. Siegel dan Tyna Payne dalam buku The Whole Brain Child, emosi yang tidak diekspresikan justru bisa menimbulkan perilaku yang tidak diinginkan, seperti mudah marah yang meledak-ledak (tantrum), kesulitan kontrol diri, dan sulit untuk kooperatif.

Emosi negatif bukan untuk dihilangkan dari anak kita, tetapi anak-anak harus kita ajari cara mengekspresikan emosinya dengan baik. Ajarkan pada anak-anak untuk mengenali emosi yang mereka rasakan, seperti rasa sedih, kecewa, marah, dan lain-lain. Mengenali emosi membuat mereka lebih mudah mengontrol diri.

Setelah mengenali emosi, bantu mereka mengekspresikan emosi dengan baik, hal yang boleh dan tidak boleh. Seperti, “Adek marah, ya, mainan dirusak Kakak? Pasti kesal, ya, hatinya? Adek boleh, kok, marah, tapi memukul Kakak itu tidak boleh. Adek boleh dengan tegas bilang pada Kakak, Jangan merusak mainan Adek!”

Semakin sering diingatkan dan ditemani melalui emosinya, anak-anak akan memiliki kecerdasan emosional yang baik.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *