Apakah benar anak yang hidup nyaman sejak kecil tidak akan belajar berempati?
Apakah benar cara mengajarkan empati adalah dengan memperlihatkan pada mereka anak-anak jalanan, anak panti asuhan, atau anak-anak kecil yang diajak orangtua mereka meminta-minta di jalan?
Pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar, tidak sepenuhnya salah. Empati menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasakan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.
Kemampuan berempati sangat dibutuhkan dalam perkembangan sosio-emosional seorang anak. Kemampuan berempati akan menjadi kontrol perilaku yang tidak diinginkan (menyakiti orang, antisosial, berbuat kerusakan, dll). Sebaliknya akan menggerakkan perilaku baik (menolong sesama, peduli, menjaga perkataan, dll). Anak yang mampu berempati, akan cenderung lebih mudah diajak bekerja sama, tidak merepotkan, dan bisa diandalkan.
Menurut Daniel J. Siegel dan Tyna Payne dalam buku The Whole Brain Child, salah satu cara menanamkan perilaku positif pada anak adalah dengan membiarkan mereka merasakan hal tersebut. Anak yang merasakan bagaimana kebaikan, akan cenderung lebih mudah mengaplikasikan kebaikan. Pun dalam berempati. Empati hanya bisa diajarkan melalui keteladanan. Agar anak kita tumbuh menjadi pribadi yang berempati, lingkungan harus terlebih dahulu berempati kepada mereka.
Hal yang kita lakukan ketika anak merasa sedih, merasa kecewa, merasa sakit hati, merasa kesepian adalah kesempatan mengajarkan pendidikan empati pada mereka. Ketika mereka sedang merasakan emosi negatif lalu kita memberi respon, “Ah, gitu aja sedih!” Atau “Kamu enggak kasihan sama Mama kalau rewel gini terus?” Maka anak tersebut akan kesulitan untuk belajar berempati.
“Kamu marah, ya, karena mainan dirusak adik?” Atau “Kenapa Kakak tidak mau makan?” Kalimat-kalimat semacam ini terdengar lebih berempati pada anak-anak. Mereka yang tumbuh dengan merasakan empati lingkungan kepadanya, akan cenderung lebih mudah berempati kepada orang lain.
Mengajak anak-anak mengunjungi panti asuhan boleh-boleh saja, apalagi jika kita melibatkan mereka untuk berbagi atau bersedekah. Namun, jangan lewatkan pendidikan empati di rumah melalui keteladanan juga terus dijalankan. Anak cenderung lebih mudah belajar melalui keteladanan.